Rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Sulteng 2024 ini menjadi sorotan utama Ketua Lembaga Kajian Nasional-Provinsi Sulawesi Tengah (LKN-Prov. SulTeng). Ezra Tara’u, SH.
“Ini pelaksanaan Pilkada terburuk sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia”. Tegas Ezra.
Sebanyak 622.628 warga Sulawesi Tengah yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 gagal menggunakan hak pilihnya.
Dengan total DPT mencapai 2.255.639 orang, angka ini mencerminkan penurunan signifikan dalam tingkat partisipasi pemilih jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya.
“Pilkada kali ini dimenangkan oleh Golput bukan oleh pasangan calon” sindir Ezra dihadapan sejumlah awak media di Poso, Senin (2/12)
Salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi pemilih adalah kurangnya sosialisasi terkait aturan baru yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Surat Edaran KPU Nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024 yang diterbitkan sehari sebelum pemungutan suara menyebutkan ketentuan baru mengenai persyaratan administratif, seperti kewajiban membawa KTP atau dokumen pengganti, seperti ijazah.
Namun, banyak warga yang tidak mendapatkan informasi ini tepat waktu, sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan administratif saat pencoblosan.
Sejumlah pemilih, terutama lansia dan pemilih pemula, mengalami kebingungan saat tiba di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kebingungan serupa juga terjadi pada pemilih pemula, yang tidak mengetahui bahwa ijazah dapat digunakan sebagai pengganti KTP.
Warga menyebutkan, informasi terkait aturan baru ini baru diumumkan pada 27 November 2024, hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara dimulai.
Akibatnya, banyak yang merasa kehilangan hak pilih karena tidak dapat memenuhi syarat administratif tersebut.
Di sejumlah TPS di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah, suasana pemungutan suara tampak sepi sejak pagi hingga sore.
Beberapa TPS melaporkan adanya sisa kertas suara yang jumlahnya hampir mencapai setengah dari total pemilih yang terdaftar. Fenomena ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih, terutama dari kalangan generasi muda.
Menurut Ezra bahwa kurangnya sosialisasi dan pemberitahuan kepada masyarakat menjadi faktor utama rendahnya partisipasi mereka.
Lebih jauh Ezra menduga bahwa fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini bukan hanya akibat kurangnya sosialisasi, tetapi bisa jadi merupakan bagian dari sebuah skenario tertentu. (**)
Rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Sulteng 2024 ini menjadi sorotan utama Ketua Lembaga Kajian Nasional-Provinsi Sulawesi Tengah (LKN-Prov. SulTeng). Ezra Tara’u, SH.
“Ini Pilkada terburuk sepanjang pelaksanaan Pilkada di Indonesia”. Tegas Ezra.
Sebanyak 622.628 warga Sulawesi Tengah yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 gagal menggunakan hak pilihnya.
Dengan total DPT mencapai 2.255.639 orang, angka ini mencerminkan penurunan signifikan dalam tingkat partisipasi pemilih jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya.
“Pilkada kali ini dimenangkan oleh Golput bukan oleh pasangan calon” sindir Ezra dihadapan sejumlah awak media di Poso, Senin (2/12)
Salah satu penyebab utama rendahnya partisipasi pemilih adalah kurangnya sosialisasi terkait aturan baru yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Surat Edaran KPU Nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024 yang diterbitkan sehari sebelum pemungutan suara menyebutkan ketentuan baru mengenai persyaratan administratif, seperti kewajiban membawa KTP atau dokumen pengganti, seperti ijazah.
Namun, banyak warga yang tidak mendapatkan informasi ini tepat waktu, sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan administratif saat pencoblosan.
Sejumlah pemilih, terutama lansia dan pemilih pemula, mengalami kebingungan saat tiba di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kebingungan serupa juga terjadi pada pemilih pemula, yang tidak mengetahui bahwa ijazah dapat digunakan sebagai pengganti KTP.
Warga menyebutkan, informasi terkait aturan baru ini baru diumumkan pada 27 November 2024, hanya beberapa jam sebelum pemungutan suara dimulai.
Akibatnya, banyak yang merasa kehilangan hak pilih karena tidak dapat memenuhi syarat administratif tersebut.
Di sejumlah TPS di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah, suasana pemungutan suara tampak sepi sejak pagi hingga sore.
Beberapa TPS melaporkan adanya sisa kertas suara yang jumlahnya hampir mencapai setengah dari total pemilih yang terdaftar. Fenomena ini menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih, terutama dari kalangan generasi muda.
Menurut Ezra bahwa kurangnya sosialisasi dan pemberitahuan kepada masyarakat menjadi faktor utama rendahnya partisipasi mereka.
Lebih jauh Ezra menduga bahwa fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini bukan hanya akibat kurangnya sosialisasi, tetapi bisa jadi merupakan bagian dari sebuah skenario tertentu. (**)